Senin, 18 Juli 2011

Sang Pengelana

Sejak fajar mengintip di sudut sebelah timur, seberkas sinar mulai nampak jingga. Sang fajar telah datang.. Beritakan kabar gembira ini kepada Sang Pengelana yang tiap hari hanya terbaring dalam hangatnya dipan tak beralas. Apa yang kau banggakan dengan gelar "Sang Pengelana"mu jika tidak sepaginya kau menyambut fajar? hah.. Dengan tergagap, muka kuyu dan sayu Sang Pengelana bangkit dari tidurnya yang panjang. Mimpi-mimpinya kocar-kacir kesana kemari. Lamunanya yang indah bersama kekasih hatinya hilang begitu saja. Kesal dan marah, mukanya merah padam. Tapi mulutnya seolah terkunci, hidungnya seakan ditusuk hingga begitu saja menuruti perintah sang guru. Wajah bening bersorban putih itu begitu tentram dipandang. Guratan-guratan tuanya seakann menjadi saksi perjuangan hidupnya yang keras. Kiyai Lutfi, begitu para murid memanggilnya, setiap pagi ia selalu saja sabar membangunkan para pengelana untuk menunaikan sholat tahajjud. Dahinya yang hitam, membuat aku bertanya, berapa kali dalam sehari lelaki ini tersungkur dalam sujudnya??. Aku hanya takjub dan salut. Mungkin kalian bertanya-tanya, mengapa kami disini disebut sang pengelana?, sebenarnya tak begitu penting sebutan apa buat kami, yang kami tahu kami hanya secarik kertas yang ingin dicoreti sebuah garis pena kebenaran dari guru-guru kami.
bersambung,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar